KARIA ILMIAH

Rabu, 08 Juni 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TAREKAT

oleh: Rohmat Anas

BAB I PENDAHULUAN

Munculnya ilmu filsafat menyebabkan terjadinya perkembangan dalam bidang keilmuan. Sehingga memunculkan perekmbangan ilmu baru sebagai penopang dari perkembangannya. Dan ilmu itu adalah ilmu dalam bidang tasawuf yang diimplemaentasikan dengan tarekat.
Walaupun pada jaman nabi tidak dikenal, tapi nilai-nilai dalam ilmu tasawuf sudah ada sejak keberadaannya islam itu sendiri seperti, zuhud, qona’ah, mahabbah dan yang lainnya. Tasawuf sebagai ilmu, juga pada akhirnya memunculkan aliran-aliran dalam tarekat sebagai jalan untuk kita bisa melaksanakan ajaran tasawuf itu sendiri.
Tarekat dalam pandangan para sufi, merupakan istilah bagi prektek-praktek dzikir berdasarkan model kurikulum pembelajaran. Tarekat juga merupakan himpunan tugas-tugas murid dalam ikhtiar perbaikan diri dan pensucian jiwa sebagai media untuk mencapai tujuan dekat dengan Sang Kholiq. Tarekat adalah cara kaum sufi dalam mencapai tujuan yang dikehendaki.

BAB II POKOK PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAREKAT
Thoriqoh atau tarekat berarti “jalan”. Sahabat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan (thariqoh) terdekat kepada Allah yang paling mudah bagi hamba-hambanya dan yang paling utama bagi Allah!” Rasulullah SAW bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi ketika di muka bumi masih terdapat orang yang mengucapkan lafadz “Allah.
Para ulama menjelaskan arti kata thariqah dalam kalimat aktif, yakni melaksanakan kewajiban dan kesunatan atau keutamaan, meninggalkan larangan, menghindari perbuatan mubah (yang diperbolehkan) namun tidak bermanfaat, sangat berhati-hati dalam menjaga diri dari hal-hal yang tidak disenangi Allah dan yang meragukan (syubhat), sebagaimana orang-orang yang mengasingkan diri dari persoalan dunia dengan memperbanyak ibadah sunat pada malam hari, berpuasa sunat, dan tidak mengucapkan kata-kata yang tidak beguna. Makna Tarekat secara harfiah adalah petunjuk, jalan, cara atau metode. Apabila dikaitkan dengan bidang Tasawuf, menurut Syeikh Najmuddin dalam bukunya Jami'ul Auliya dapat diuraikan bahwa, "Syari'at adalah himpunan peraturan, Tarekat adalah cara pelaksanaan, Hakikat adalah keadaan, dan Makrifat adalah tujuan akhirnya."
Penamaan Tarekat di ambil dari isyarah Al-Qur’an
     •  
“dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak). QS al-Jin:16

Untuk memperkuat uraian tersebut, Syekh Najmuddin memberi contoh tentang bersuci (mensucikan diri). Menurut Syari'at Islam, bersuci dilakukan dengan air atau tanah (Tayammum). Akan tetapi ada tingkatan yang lebih tinggi dari bersuci yang tidak menyimpang dari Syari'at, bahkan menyempurnakannya, yakni melakukan bersuci secara Tarekat dengan membersihkan diri kita dari hawa nafsu. Dengan demikian kebersihan itu dilakukan secara Hakikat, yaitu mengosongkan hati dari segala sesuatu yang bersifat selain Allah SWT.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Tarekat dalam Tasawuf adalah suatu petunjuk yang harus dilaksanakan oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yakni berada di hadirat Allah SWT. Tanda tercapainya tujuan itu adalah tidak adanya hijab, dinding yang membatasi mata batin seseorang dengan Allah SWT.
Sebelum mencapai tujuan itu, calon sufi harus melalui beberapa tahapan:
a. Tobat, Memohon ampunan dari Allah SWT atas dosa-dosanya baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja
b. Zuhud, Sikap hidup yang tidak terlalu mencintai kesenangan duniawi baik itu berupa kedudukan, materi dan lain sebagainya.
c. Ridha, Menerima segala takdir dari Allah SWT dengan senang hati. Ciri-ciri orang yang ridha kepada Allah SWT antara lain tidak pernah menyesali nasibnya sekalipun sangat buruk dan tidak pernah berkeluh-kesah ketika ditimpa musibah.
d. Mahabbah,Mencintai Allah dalam arti mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dalam keadaan senang maupun duka.
e. Makrifatullah,Mengenal Allah SWT dengan hati nurani. Jika seseorang sudah mencapai tahap terakhir, maka ia telah menjadi sufi.
Mencapai tingkatan sufi memang tidak gampang. Tahap demi tahap yang harus dilaluinya cukup berat. Oleh karena itu setiap Tarekat yang diakui sah oleh ulama memiliki lima dasar pencapaian tujuan, yaitu:
a. Menuntut ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan semua perintah Allah SWT.
b. Mendampingi guru dan teman-teman sesama Tarekat untuk melihat bagaimana cara melakukannya.
c. Meninggalkan segala rukhsah (keringanan atau kemudahan buat yang tidak mampu memenuhi syarat-rukunnya ibadah karena suatu sebab) dan ta'wil (menafsirkan makna ayat-ayat yang memiliki beberapa pengertian tersembunyi).
d. Memelihara diri dan memanfaatkan waktu dengan segala zikir, wirid dan doa, guna mempertebal khusyu dan hudur.
e. Mengekang diri dari segala hawa nafsu negatif agar terhindar dari segala kemaksiatan dan kesalahan.

B. MACAM-MACAM TAREKAT DAN AJARANYA

1. TAREKAT KHALAWATIYAH
Cabang dari Tarekat Aqidah Suhrardiyah yang didirikan di Baghdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi. Mereka menamakan diri golongan Siddiqiyah karena mengklaim sebagai keturunan kahlifah Abu Bakar r.a. Khalawatiyah ini didirikan di Khurasan oleh Zahiruddin dan berhasil berkembang sampai ke Turki. Tidak mengherankan jika Tarekat Khalawatiyah ini banyak cabangnya antara lain; Tarekat Dhaifiyah di Mesir dan di Somalia dengan nama Salihiyah.
Tarekat Khalawatiyah ini membagi manusia menjadi tujuh tingkatan:
a. Manusia yang berada dalam nafsul ammarah ialah mereka yang jahil, kikir, angkuh, sombong, pemarah, gemar kepada kejahatan, dipengaruhi syahwat dan sifat-sifat tercela lainnya.
b. Manusia yang berada dalam nafsul lawwamah ialah mereka yang gemar dalam mujahaddah (meninggalkan perbuatan buruk) dan berbuat saleh, namun masih suka bermegah-megahan dan suka pamer.
c. Manusia yang berada dalam nafsul mulhamah ialah mereka yang kuat mujahaddah dan tajrid, karena ia telah menemui isyarat-isyarat tauhid, namun belum mampu melepaskan diri dari hukum- hukum manusia.
d. Manusia yang berada dalam nafsul muthma'innah ialah mereka yang tidak sedikit pun meninggalkan ajaran Islam, mereka merasa nyaman jika berakhlak seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan merasa belum tentram hatinya jika belum mengikuti petunjuk dan sabda Beliau.
e. Manusia yang berada dalam nafsul radhiyah ialah mereka yang sudah tidak menggantungkan diri kepada sesama manusia, melainkan hanya kepada Allah SWT.
f. Manusia yang berada dalam nafsul mardhiyah ialah mereka yang telah berhasil meleburkan dirinya ke dalam kecintaan khalik dan khalak, tidak ada penyelewengan dalam zhudnya.
g. Manusia yang berada dalam nafsul kamillah ialah mereka yang dalam beribadah menyertakan badannya, lidahnya, hatinya dan anggota-anggota tubuhnya yang lain.

2. TAREKAT NAKSYABANDIYAH
Pendiri Tarekat Naksyabandiyah ialah Muhammad bin Baha'uddin Al- Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan Arifan, beberapa kilometer dari Bukhara. Pendiri Tarekat Naksyabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata `Uwais' ada pada namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.
Tarekat Naksyabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan.
Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam Tarekat ini, yaitu:
a. Tobat yaitu memimta ampunan kepada Allah atas apa yang selama ini diperbuat.
b. ‘Uzlah yaitu mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya.
c. Zuhud yaitu memenfatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja
d. Taqwa yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjaauhi larangan-Nya
e. Qana’ah Yaitu menerima dengan senang hati segala sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah SWT.
f. Taslim yaitu berserah diri pada qodho qhodar Allah SWT.
Hukum yang dijadikan pegangan dalam Tarekat Naksyabandiyah ini juga ada enam, yaitu:
a. Zikir
b. Meninggalkan hawa nafsu
c. Meninggalkan kesenangan duniawi
d. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh
e. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT
f. Mengerjakan amal kebaikan

3. TAREKAT RIFAIYAH
Pendirinya Tarekat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha'ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi'i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.
Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antaralain berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan oleh senjata tajam.

4. TAREKAT SAMMANIYAH
Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan Syekh Muhammad Saman, seorang guru masyhur yang mengajarkan Tarekat di Madinah. Banyak orang Indonesia terutama dari Aceh yang pergi ke sana mengikuti pengajarannya. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika Tarekat ini tersebar luas di Aceh dan terkenal dengan nama Tarekat Sammaniyah.
Sebagaimana guru-guru besar Tasawuf, Syekh Muhammad Saman terkenal akan kesalehan, kezuhudan dan kekeramatannya. Salah satu keramatnya adalah ketika Abdullah Al-Basri karena melakukan kesalahan dipenjarakan di Mekkah dengan kaki dan leher di rantai. Dalam keadaan yang tersiksa, Al-Basri menyebut nama Syekh Muhammad Saman tiga kali, seketika terlepaslah rantai yang melilitnya. Kepada seorang murid Syekh Muhammad Saman yang melihat kejadian tersebut, Al-Basri menceritakan, "kulihat Syeikh Muhammad Saman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus."
Tarekat Sammaniyah juga mewiridkan bacaan zikir yang biasanya dilakukan secara bersama-sama pada Malam Jum'at di masjid-masjid atau mushalla sampai jauh tengah malam. Selain itu ibadah yang diamalkan oleh Syeikh Muhammad Saman yang diikuti oleh murid-muridnya sebagai Tarekat antara lain adalah shalat sunnah Asyraq dua raka'at, shalat sunnah Dhuha dua belas raka'at, memperbanyak riadhah (melatih diri lahir batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi.

5. TAREKAT SYADZILIYAH
Pendiri Tarekat Syaziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Tentang arti kata "Syadzili" pada namanya yang banyak dipertanyakan orang kepadanya, konon ia pernah menanyakannya kepada Tuhan dan Tuhan pun memberikan jawaban, "Ya Ali, Aku tidak memberimu nama Syadzili, melainkan Syazz yang berarti jarang karena keistimewaanmu dalam berkhidmat kepada-Ku.
Tarekat Syadziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:
a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
b. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-lain.
c. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
d. Dzikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
e. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir- zikir yang lain.

6. TAREKAT TIJANIYAH
Pendiri Tarekat Tijaniyah ialah Abdul Abbas bin Muhammad bin Muchtar At-Tijani (1737-1738), seorang ulama Algeria yang lahir di `Ain Mahdi. Menurut sebuah riwayat, dari pihak bapaknya ia masih keturunan Hasan bin Ali bin Abu Thalib. Keistimewaannya adalah pada saat ia berumur tujuh tahun, Konon Tijani sudah menghapal Alqur'an, kemudian mempelajari pengetahuan Islam yang lain, sehingga ia menjadi guru dalam usia belia.
Ketika naik haji di Madinah, Tijani berkenalan dengan Muhammad bin Abdul Karim As-Samman, pendiri Tarekat Sammaniyah. Setelah itu ia mulai mempelajari ilmu-ilmu rahasia batin. Gurunya yang lain dalam bidang Tarekat ini ialah Abu Samghun As-Shalasah. Dari sinilah pandangan batinnya mulai terasah. Bahkan konon dalam keadaan terjaga ia bertemu Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan kepadanya beberapa wirid, istighfar dan shalawat yang masing-masing harus diucapkan seratus kali dalam sehari semalam. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan agar Tijani mengajarkan wirid-wirid tersebut kepada semua orang yang menghendakinya.
Wirid-wirid yang harus diamalkan dalam Tarekat Tijaniyah sangat sederhana, yaitu terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali dan tahlil seratus kali. Semua wirid tersebut boleh diamalkan dua waktu sehari yaitu pagi setelah Shalat Shubuh dan sore setelah Shalat Ashar.
Dan masih banyak lagi tarekat-tarekat dan ajaranya yang berkembang yang tidak bisa kami sebutkan secara keseluruhan.

C. PERKEMBANGAN TAREKAT
Secara amaliah (praksis) tarekat tumbuh dan berkembang semenjak abad-abad pertama hijriah dalam bentuk prilaku zuhud dengan berdasar kepada al-Qur’an dan al-Hadits. Prilaku zuhud sebenarnya merupakan perwujudan dari salah satu aspek yang lazim ditempuh dalam tarekat agar dapat sampai kepada Allah SWT. Aspek yang dimaksud adalah mujahadah. Zuhud bertujuan agar manusia dapat mengendalikan kecenderungan-kecenderungan terhadap kenikmatan duniawiah berlebihan.
Kelompok orang-orang zuhud kemudian mengambil perkumpulan atas dasar persaudaraan. Maka lebih mendahulukan amaliah nyata daripada perenungan-perenungan filasafis. Mereka mempunyai anggota dan tempat pemondokan serta guru khusus yang disebut syekh atau mursyid. Mereka, dengan demikian, telah memasuki sebuah perkumpulan terorganisir (jamiyyah).
Dalam abad ke 2 hijriah dari barasan para petapa muncul mubaligh agama yang popular. Dalam abad yang sama pula terjadi perubahan sifat umum pertapaan. Mula-mula dasarnya adalah rasa takut kepada Allah SWT (khouf) lalu muncul penebaran hubb/mahabbah dalam arti kecintaan berupa ketaatan dan pengabdian yang berkesinambungan kepada Allah SWT.
Perubahan dalam sifat kemudian melahirkan perubahan dalam kepemimpinan. Semula para pemimpin tarekat terdiri dari ulama salaf abad ke 3 hijriah tetapi kemudian posisi itu diduduki oleh tokoh-tokoh yang terdidik dalam ketertiban agama dan oleh berbagai macam kelas ekonomi dari warga bagdad dan badgad keturunan Persia. Pada waktu yang sama pergerakan itu menjauhi tujuan-tujuan politik revolusioner dari dari kaum propagandis Syi’ah tentang keburukan sosial. Maka, setelah pada abad ke 2 hijriah cikal bakal atau orde baru tarekat dinilai baru lahir. Adapun yang dianggap sebagai pendiri awal tarekat adalah syekh Abdul Qodir Aljilani.
Perkumpulan itu dinilai telah berubah dari asas semula yaitu persaudaraan dan kesukarelaan. Tarekat tumbuh menjadi persaudaran orang-orang miskin atau pengemis yang teratur secara sistematis. Orang-orang saleh dengan keperibadian luar biasa, terkenal dengan mukjizat dan kesaktian, dikerumuni oleh murid-murid. Mereka dilatih dengan berbagai riyadoh dan peneriamaan murid baru dilakukan dengan upacara baiat dan pemberian ijazah.
Sejak abad ke 6 dan ke 7 hijriah tarekat-tarekat telah memulai jaringannya di seluruh dunia Islam. Taraf organisasinya beraneka ragam. Perbedaan yang paling utama dari semuanya itu terletak pada upacara dan dzikir. Keanggotaannya sangat heterogen, kemudian sejak abad ke 8 hijriah menyebar dari Sinegal kedaratan Cina. Semenjak itulah tarekat-tarekat telah beraneka ragam dengan ciri-ciri khusus dan berbeda satu denga lainnya.
Mulai saat itu tarekat menjadi organisasi keagamaan kaum sufi dengan jumlah relatif banyak dan nama yang berbeda-beda, didasarkan pada pendirinya. Wilayah dakwahnya menyebar ke Asia Tengah, Asia Tenggara, Afrika Timur, Afrika Utara, Afrika Barat, India, Irak, Turki, Yaman, Mesir, dan Syiria. Setelah abad ke 7 dan 8 Masehi tarekat berkembang menjadi system ritual dari pelatihan kejiwaan/ spiritual (riyadhoh) bagi kehidupan bersama syekh atau mursyid. Dengan demikian, organisasi atau jami’yah thoriqoh muncul setelah abad 4 Masehi.
Pergerakan tarekat adalah pergerakan apologetik, karena selama abad ke 4 dan ke 5 Hijriah bertambah kuat, meskipun masih tidak disukai para ulama dan sebelumnya ditekan oleh pembesar-pembesar negara, terutama kaum Syi’ah. Tekanan-tekanan yang datang dari ulama-ulama ortodoks adalah karena kekhawatiran terhadap pengaruh dzikir atau wiridan tarekat. Permusuhan itu muncul karena dzikir kaum sufi dapat menyaingi atau bahkan menggantikan masjid sebagi pusat kehidupan beragama.

D. PENDIDIKAN TAREKAT
Dalam khazanah tasawuf, tarekat merupakan satu dari tiga serangkai tarekat, hakikat dan makrifat. Tarekat merupakan cara menjalankan ibadah dan amalan secara dzahir. Hakikat merujuk pada aspek isoterik atau bathin dari setiap ibadah yang merupakan rahasianya. Dan makrifat adalah tujuan akhir ibadah. Dalam perkembangan berikutnya tarekat yang semula hanya bermakna cara, jalan dan metode kemudian berkembang menjadi organisasi yang mewadahi sekelompok penganut tasawuf yang sepaham dan sealiran sebagai sebuah keluarga dan kumpulan. Kecenderungan seperti ini muncul apad abad ke 5 hijriah.
Tarekat sebagai organisasi tasawuf memiliki sistim pendidikan yang independent dan unik. Tarekat dipimpin oleh seorang guru yang isebutnya mursid. Mursyid memililki asisten yang dinamakn khalifah dan pengkutnya disebut murid. Tempat belajar dan training tasawuf dikenal dengan dikenal dengan nama zawiyah (pondokan) ribath (serambi atau koredor) dan khaniqoh (pondokan). Tarekat juga memiliki kitab referensi yang khas sesuai alirannya, baik mengenai fikih maupun tasawuf.
Tarekat sebagai pengawal moral bagi pengikutnya, dimana ajaran-ajaran tarekat yang mengedepankan pembersihan jiwa diharapkan mampu untuk membawa para murid kejalan kejalan sesuai yang diajarkan oleh syari’at.
Dalam tarekat juga ditemukan wirid dan do’a yang khusus. Proses rekrutmen dinamakan bai’at. Murid yang sudah resmi diterima terikat oleh sperangkat aturan kedisiplinan yang menyangkut, cara berpakaian, cara beribadah dan cara dzikir. Kemudian murid yang dianggap telah lulus dan mampu mengembangkan tarekat diberi lisensi yang disebut ijazah.
Bagaimana system pendidikan dalam tarekatdi kelola, sedikit banyak tergambar dari penuturan Khaled Bentounes, seorang pemimpin tertinggi tarekat Alawiyah di Perancis. Zawiyah seprti telah diulas adalah tempat sekelompok murid tinggal, bekerja dan beribadah dibawah bimbingan seorang syekh. Tempat ini memiliki system baku yang mencakup sistem pendidikan tradisional dan pembaiatan.
Pendidikan suatu tarekat sejak dini yang diawali dengan membabaca dan menghafal al-Qur’an bibawah bimbingan guru. Pada tahap berikutnya mulai belajar tafsir atau komentar terhadap al-Qur’an. Ditempat ini juga diajarkan ilmu syari’at, ibadah, ritual, etika, filsafat, dan tata bahasa dengan guru tersendiri. Bahkan diajarkan pula puisi dan dan nyanyian sebagai wahana elevasi jiwa. Untuk setiap materi dan kecakapan yang ditargetkan memiliki guru tersendiri. Setelah mencapai usia baligh dan dianggap matang murid boleh mengajukan diri untuk mengikuti bai’at sebagai tanda masuknya seseorang kedalam tarekat. Keberhasilan tarekat juga terekam dalam pengaruh besar dalam dunia Islam. Pasca runtuhnya Abasiyah tarekat berkembang luas dan masuk pada sendi-sendi perpolitikan dan kemiliteran untuk memperkokoh kekuatan Islam.
Dalam kehidupan sosial, alumni tarekat banyak yang diberdayakan untuk meringankan beban orang lain dan berusaha keras untuk menerangi jalan menuju kebenaran. Para ulama dan guru tarekat juga banyak yang terlibatdalam perjuangan fisik melawan kaum kafir sekaligus perjuangan rohani melawan nafsu tak kasat mata yang menjerat jiwa.

BAB III KESIMPULAN
Dilihat dari perkembangan aktifitas dan pendidikannya, tarekat dapat dikatagorikan dalam dua kategori besar;
Pertama, tarekat sebagai gerakan purifikasi dengan penekanan ascetisme yang sifatnya individualistik. Dalam hal ini ditekankan adanya kegiatan dan pengkajian yang lebih inworld logding dalam arti berusaha kearah pemurnian, keselamatan, dan kedamaian.
Kedua, tarekat dijadikan sarana mengartikulasikan diri terhadap lingkungan, atau sebagai sarana berdialog dengan lingkungan sosial polotik, membentuk tingkah laku bersama dalam mencoba menginterprestasikan lingkungan untuk dijawab dan diatasi.
Ada beberapa masalah yang berkenaan dengan tarikat seperti yang diungkapkan oleh sebagian pemikir bahwa, karakteristik tarekat yang lebih mendahulukan intuisi dari rasio, ia sering dituduh sebagai penyebab stagnasi intelektuaitas umat Islam. Disamping doktrin zuhud dan faqr yang selalu dituduh sebagai penyebab kemiskinan, keterbelakangan dan ketertinggalan dalam aspek kehidupan.
Namun dari itu, beberapa catatan sejarah yang tidak berlebihan menyebut tarekat sebagai proses pembinanaan persaudaraan dan kecintaan terhadap tanah air yang dibina dan dipelihara diatas landasan moralitas keagamaan yang sangat tinggi. Tarekat dinilai sebagai institsdi pembinaan moral paling efektif, disamping memperkuat keyakinan agama dan amalan-amalan ibadah. Bahkan di Mesir sekarang ini tarekat merupakan jalan paling urgrn yang dapat memuaskan bagi para pencari Tuhan, dengan ditandai berdirinya berbagai sekte Syadziliyah diabad XIX di Timur Tengah Magribi, Al-Jazair, dan bahkan Demaskus atau Aleppo. Mesir merupakan pertanda kebangkitan kembali kehidupan spiritual yang intensif, yang telah mempengaruhi hidup religius masyarakat muslim sekarang.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat; Kajian Historis tentang Mistik, Cetakan
IX, Ramadhani, Solo, 1993

Suteja, Pengantar Tasawuf Islam Teori dan Praktek. Pangger Press. Cirebon

Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam; Edisi Senior, Cetakan VIII,
Penebar Salam, Jakarta, September 2000

http://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/arsip/tarekat-sebuah-pengantar.html

AYO BELAJAR

Islam memperkenankan kepada setiap muslim meraih ilmu kimia, biologi, astronomi, kedokteran, industri, pertanian, administrasi, dan kesektariatan, dan sejenisnya dari orang non muslim atau orang mulim yang tidak percaya ketakwaannya. Hal itu boleh dengan syarat tidak ditemukannya seorang muslim yang terpercaya keagamaan dan ketakwaannya yang dapat diambil ilmu darinya.