KARIA ILMIAH

Minggu, 10 April 2011

SEJARAH DAKWAH RASULULLAH PRIODE MADINAH

A. PENDAHULUAN
Perkembangan dakwah Islam dari waktu kewaktu terus berkembang seiring perkembangan zaman. Setelah dakwah rosulullah S.A.W pada periode makah banyak sekali kendala dan hambatan yang dilalui juga mempengaruhi akan dakwah nabi. Tapi tidak dakwah nabi diperiode madinah yamg menemukan kecerahan dan era baru dalam perkembangan dunia isalam, karena dari sinilah tatanan Islam berkembang di jazirah arab nantinya.
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad S.A.W ini terjadi pada 12 Rabi`ul Awwal tahun pertama Hijrah, yang bertepatan dengan 28 Juni 621 Masehi. Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad S.a.w dari Mekkah ke Madinah atas perintah Allah, untuk memperluas wilayah penyebaran Islam dan demi kemajuan Islam itu sendiri.
B. SEJARAH ROSULULLAH PERIODE MADINAH
1. Hijrah Rosulullah
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad S.A.W dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad S.A.W. Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi S.A.W, sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi S.A.W menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi S.A.W masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi S.A.W keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi S.A.W menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Beliau bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi S.A.W. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang isinya:
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wada'i (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.”
Setiap orang ingin agar Nabi S.A.W singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Nabi S.A.W hanya berkata : "Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya." Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi S.A.W memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi S.A.W tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya. Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinah an-Nabi (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
2. Terbentuknya Negara Madinah
Setelah Nabi S.A.W tiba di Madinah dan diterima penduduk Madinah, Nabi S.A.W menjadi pemimpin penduduk kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru. Ada beberapa dasar terbentuknya negara Madinah :
a. Ukuwah Islamiyyah
Yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi S.A.W mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi S.A.W mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'adz bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
b. Sarana Prasarana
Adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan tersebut, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara- perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi S.A.W merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi S.A.W dan keluarganya.
c. Hubungan antar Masyarakat
Adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad S.A.W mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Perjanjian tersebut diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut dengan Misaq Madinah atau Piagam Madinah. Isi piagam itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan disebutkan bahwa Rasulullah S.A.W menjadi kepala pemerintahan di Madinah.
Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad S.A.W di Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, dengan Nabi Muhammad S.A.W sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.
d. Pembentukan Militer
Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara yang baru didirikan itu, Nabi S.A.W mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir Laut Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi S.A.W sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Nabi S.A.W mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedesi-ekspedisi tersebut sengaja digerakkan Nabi S.A.W sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah.
Adapun pertempuran yang terjadi pada era Madinah antara lain:
· Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad S.A.W gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad S.A.W dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad S.A.W sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad S.A.W dalam Piagam Madinah. Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad S.A.W memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga. Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad S.A.W mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi S.A.W karenan melihat kekuatan Nabi S.A.W. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata. Sesudah perang Badr, Nabi S.A.W juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi S.A.W lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
· Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju besi. Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad S.A.W hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi S.A.W sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi S.A.W sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu. Perang Uhud ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
· Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku). Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah S.A.W, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit. Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
· Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi S.A.W memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperangSebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
2. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan.
3. Tetapi bila ada pengikut Muhammad S.A.W yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad S.A.W.
4. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad S.A.W maupun dengan pihak Quraisy.
5. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
6. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.
7. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.

Tujuan Nabi Muhammad S.A.W membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah- daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijakan ini :
· Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
· Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
f. Sisi Lain
Keberhasilan dakwah di madinah tak terlepas dari sosok sahabat nabi, yang bernama Mush'ab Bin 'Umair. Beliau adalah salah satu sahabat nabi. Sebelum masuk hidayah tertanam didadanya, beliau adalah seorang pemuda tampan, anak seorang bangsawan dan hartawan. pemuda yang menjadi buah bibir warga mekah, khususnya para wanita. Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Sampai akhirnya hidayah Allah datang kepada beliau, dan beliau masuk islam dalam usia yang masih muda, sekira 24 tahun berbagai kesenangan dunia serta kekayaannya ia tinggalkan demi memilih islam sebagai agamanya. Seorang Mush'ab yang memilih hidup miskin dan sengsara demi Islam sebagai tuntunan hidupnya Pemuda ganteng itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar. Sampai akhirnya Nabi Muhammad mengutus beliau sebagai sebagai duta dakwah pertama ke madinah. Sejarah mengisahkan betapa Al-Amin mempercayakan kepadanya. Mush'ab dipilih menjadi seorang utusan. Seorang duta pertama dalam Islam. Ada amanah indah yang harus segera ia tunaikan. Tugasnya mengajarkan tentang Islam kepada kaum Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di Aqabah. Sebuah misi yang tentu saja tidak mudah. Saat itu telah 12 orang kaum Anshar yang beriman.
Tak lama berselang, Allah yang maha besar, memperlihatkan hasil usaha sungguh sungguh dari seorang Mushaib. Berduyun-duyun manusia berikrar mengesakan Allah dan mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah. Jika saat ia pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman, maka pada musim haji selanjutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70 orang laki- laki dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk menjumpai Nabi yang Ummi. Madinah semarak dengan cahaya
Usaha gigih yang diperbuat Mushab membuat Benih benih islam tersemai dengan subur di madinah kesungguhan Mus‘ab bin Umair dalam berdakwah. Setiap hari dalam hidupnya senantiasa memberikan konstribusi baru bagi Islam di dalam dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah dai pertama dalam Islam di kota Madinah. Di tangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil diislamkan. Dia adalah peletak pertama fondasi Negara Islam Madinah. Dia adalah kontributor sesungguhnya bagi Islam dan jamaah kaum Muslim.
3. Strategi Dakwah Di Madinah
Beberapa strategi dirangka khusus setibanya Rasulullah s.a.w di Madinah. Semua strategi berpandukan kepada arahan dan tindakan Rasulullah s.a.w serta pengiktirafan baginda terhadap ide-ide daripada para sahabat baginda.
a. Pembangunan Masjid
Masjid merupakan institusi dakwah pertama yang dibangun oleh Rasulullah s.a.w setibanya beliau tiba di Madinah. Masjid adalah nadi pergerakan Islam yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya serta manusia sesama manusia. Masjid menjadi lambang akidah umat Islam atas keyakinan tauhid mereka kepada Allah s.w.t.
Pembangunan masjid diawali dengan membersihkan sekitar kawasan yang dikenali sebagai ‘mirbad’ dan meratakannya sebelum menggali lubang untuk diletakkan batu-batu sebagai asas bangunan. Malah, Rasulullah s.a.w sendiri yang meletakkan batu-batu tersebut. Batu-batu itu kemudiannya disemen dengan tanah liat sehingga menjadi bangunan konkrit.
Masjid pertama ini dibangun dalam keadaan kekurangan tetapi penuh dengan jiwa ketaqwaan kaum muslimin di kalangan muhajirin dan anshar. Di dalamnya, dibangun sebuah mimbar untuk Rasulullah s.a.w menyampaikan khutbah dan wahyu daripada Allah. Terdapat ruang muamalah yang dipanggil ‘sirda’ untuk pergerakan kaum muslimin melakukan aktivitis kemasyarakatan. Pembangunan masjid ini mengukuhkan lagi dakwah baginda bagi menyebaran risalah wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat dakwah di kalangan Rasulullah s.a.w dan para sahabat tentang masalah ummah.
b. Mengukuhkan Persaudaraan
Rasulullah S.A.W mengeratkan hubungan di antara Muhajirin dan Ansar sebagai platform mempersatukan persaudaraan di dalam Islam. Jalinan ini diasaskan kepada kesatuan cinta kepada Allah serta pegangan akidah tauhid yang sama. Persaudaraan ini membuktikan kekuatan kaum muslimin melalui pengorbanan yang besar sesama mereka tanpa mengira pangkat, bangsa dan harta. Selain itu, ia turut memadamkan api persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan Khajraz.
c. Pembentukan Piagam Madinah

Madinah sebagai sebuah Negara yang menghimpunkan masyarakat Islam dan Yahudi daripada pelbagai bangsa memerlukan kepada satu perlembagaan khusus yang menjaga kepentingan semua pihak. Justeru, Rasulullah s.a.w telah menyediakan sebuah piagam yang dikenali sebagai Piagam Madinah bagi sebuah masyarakat di bawah naungan Islam.
Piagam ini mengandung 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi patuh mereka dilindungi oleh Negara Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini harus dipatuhi oleh semua penduduk Madinah baik yang ber agama Islam ataupun bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta segani oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah s.a.w turut mengambil pandangan daripada para sahabat baginda dalam merangka strategi peperangan. Sebagai contoh, dalam peperangan Badar, baginda bersetuju dengan cadangan Hubab mengenai tempat pertempuran. Hubab mencadangkan agar baginda menduduki tempat di tepi air yang paling dekat dengan musuh agar air boleh diperolehi dengan mudah untuk tentera Islam dan haiwan tunggangan mereka. Dalam perang Khandak, Rasulullah s.a.w bersetuju dengan pandangan Salman al-Farisi yang berketurunan Parsi berkenaan pembinaan benteng. Strategi ini membantu pasukan tentera Islam berjaya dalam semua peperangan dengan pihak musuh.
d. Risalah Rosulullah Pada Raja-Raja
Rasulullah s.a.w mengirim surat kepada kerajaan – kerajaan luar seperti kerajaan Rom dan Parsi untuk mengembangkan risalah dakwah. Semua surat cap yang tertulis kalimah la ila ha illahlah wa ana Rasullah, Tujuannya adalah untuk menjelaskan kedudukan Rasulullah s.a.w sebagai utusan Allah dan Nabi di akhir zaman. Dalam suratnya, baginda turut menyeru agar mereka menyembah Allah dan bersama- sama berjuang untuk Islam sebagai agama yang diridhi oleh Allah. Kebanyakan meneriama ajakan Rosulullah bahkan ada yang memberikan hadiah, tapi ada juga yang menolak dengan membunuh utusan tersebut.
Contoh surat Nabi kepada Raja Persi :
Nabi mengutuskan Abdullah bin Huzaifah bin Saham yang membawa surat kepada Kaisar Humuz, Raja Parsi yang bunyinya sebagai berikut
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dari Nabi Muhammad Rasulullah kepada Kaisar penguasa Parsi. Semoga sejahtera kepada siapa saja yang mengikut pimpinan Allah dan beriman kepadaNya dan rasulNya dan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa tidak ada sekutu bagiNya dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rasulNya.
“Saya mengajak anda dengan ajakan Allah kepada umat manusia dan untuk memperingatkan manusia yang masih hidup, bahawa siksaan akan ditimpakan atas orang-orang kafir. Masuklah Islam dan hendaklah menerimanya. Jika anda menolaknya, maka berdosalah bagi penyembah api.”
C. PENUTUP
Strategi dakwah Rasulullah s.a.w di Madinah lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara Islam pertama menjadi nadi pergerak dakwah Islam ke seluruh dunia. Tapak yang disediakan oleh Rasulullah s.a.w begitu kukuh sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan Islam sehingga kini. Strategi yang bersumberkan kepada dua perundangan utama iaitu al-Quran dan Hadis menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam menegakkan kalimah Tauhid.
Sukses hijrah Nabi Muhammad S.A.W ditandai, antara lain, keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang bodoh menjadi umat yang cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan asas keadilan dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum yang tegas. Pendeknya, Nabi Muhammad S.A.W berhasil membangun kesalehan ritual yang paralel dengan kesejahteraan material, ketaatan individual yang seiring dengan kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiah-temporal yang seimbang dengan keberkahan ukhrawiah yang kekal.
Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan bahwa proses penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan berkembang pada periode Madinah ini dibandingkan periode Mekkah. Selain itu juga di Madinah, Rasulullah dan Umat Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata ekonomi dan sosial yang demikian pesat perkembangannya.



Daftar Pustaka
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, 2008, PT.RajaGrafindo Persada)
Kementrian Agama Kabupaten Indramayu, Sejarah Kebudayaan Islam (DTA),
Muhammad Hadro Bik, Nurul Yaqin, (Syirkah Nur Asia)
Umar Abdul Jabbar, Khulashoh Nurul Yaqin Juz II, (Surabaya, Muhammad Ibn Nabhan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AYO BELAJAR

Islam memperkenankan kepada setiap muslim meraih ilmu kimia, biologi, astronomi, kedokteran, industri, pertanian, administrasi, dan kesektariatan, dan sejenisnya dari orang non muslim atau orang mulim yang tidak percaya ketakwaannya. Hal itu boleh dengan syarat tidak ditemukannya seorang muslim yang terpercaya keagamaan dan ketakwaannya yang dapat diambil ilmu darinya.