KARIA ILMIAH

Jumat, 16 Maret 2012

Devinisi dan Contoh Pengambilan Teori Kebijakan

1. Teori Rasional
Rasional diambil dari kata bahasa inggris rational yang mempunyai definisi yaitu dapat diterima oleh akal dan pikiran dapat ditalar sesuai dengan kemampuan otak. Hal-hal yang rasional adalah suatu hal yang di dalam prosesnya dapat dimengerti sesuai dengan kenyataan dan realitas yang ada.Biasanya kata rasional ditujukan untuk suatu hal atau kegiatan yang masuk diakal dan diterima dengan baik oleh masyarakat . Rasional juga berarti norma - norma yang sudah baku di dalam masyarakat dan telah menjadi suatu hal yang biasa dan permanen. Contoh dari tindakan rasional antara lain seperti:
• Seorang penjahat diadili karena kejahatannya
• Seseorang diberi hadiah karena sudah menolong orang lain
• seseorang harus menabung agar menjadi orang kaya
• Seseorang tidak mempercayai hal - hal yang belum dilihatnya
• Seseorang akan lebih berhati hati pada malam hari
2. Teori Inkrementalis
Teori Inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari. Di indonesia kebijakan seperti ini dapat dilihat pada kebijakan pemerintah hari ini untuk mengambil over begitu saja kebijakan-kebijakan di masa lalu, secarut-marut apapun kebijakan tersebut, seperti kebijakan desentralisasi, kebijakan kepartaian, kebijakan letter of intent dengan IMF, kebijakan rekapitalisasi, kebijakan BPPN, kebijakan release & discharge, rescheduling.
3. Teori Mutu
Teori Mutu memiliki beberapa pengertian yang berbeda menurut para ahli. Phil Crosby, misalnya, menyatakan mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, dokter yang ahli, dan lain-lain. Dokter yang mampu mendiagnosa dengan tepat penyakit pasiennya digolongkan sebagai dokter yang bermutu. Sementara Edward Deming ,menyatakan mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus menerus seperti Kaizen di Toyota. Dalam hal ini berarti mutu berarti sesuatu yang kontinu, senantiasa ada perbaikan,tidak stagnan. K.Ishikawa, pencipta diagram tulang ikan, menyatakan mutu berarti kepuasan pelanggan,baik pelanggan internal maupun eksternal. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan eksternal.
Contoh teori Mutu dalam pendidikan yang dikenal sebagai Strategic Quality Management /Total Quality Management. Dalam era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
4. Teori Konvensional
Istilah Konvensional sangat sering dipakai oleh para analis. Terkadang pemakaian sangat pas dan sering pemakaiannya hanya sekedar agar istilah yang dipakai terkesan keren dan tendesius. Tidak jarang kata ini digunakan untuk menyatakan sesuatu yang telah kuno yang tidak layak untuk sekarang dan masa datang.
Contohnya adalah, kesepakatan dapat dilakukan dalam sebuah pertemuan atau forum, misalnya dalam sidang atau rapat. Ada pula kesepakatan yang sifatnya tidak formal, seperti seseorang melakukan perubahan dalam menghadiri pesta pernikahan, biasanya orang-orang membawa kado berupa barang, tapi dia hanya membawa amplop yang berisi uang. Semua orang yang melihat menilai perbuatannya itu. Ternyata semua orang menilai baik, menyetujui perbuatan itu boleh dilakukan (selalu seperti itu) setiap ada pesta perkawainan. Itu artinya telah terjadi semacam kesepakatan. Entah kapan mulainya saya tidak tahu. Yang jelas perbuatan seperti itu telah menjelma dalam masyarakat sebagai sebuah tradisi.
5. Pemograman Linier
Pemrograman Linier, merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti, memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Pemograman Linier banyak diterapkan dalam masalah ekonomi, industri, militer, social dan lain-lain. Pemograman Linier berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dengan beberapa kendala linier.
Contoh pemograman linier, Sebuah perusahaan memproduksi sendiri rak buku dalam dua model, yaitu A dan B. Produksi rak buku dibatasi oleh persediaan material (papan kualitastinggi) dan waktu yang terbatas dari mesin pemroses. Tiap unit A memerlukan 3 m2 papan dan tiap unit B memerlukan 4 m2 papan. Firmamemperoleh 1.700 m2 papan tiap minggu dari pemasok sendiri. Tiap unit membutuhkan 12 menit dari mesin pemroses dan tiap unit B membutuhkan 30 menit. Setiap minggu memungkinkan total waktu mesin 160 jam. Jikakeuntungan (profit) tiap unit A sebesar Rp 20.000,00 dan tiap unit B sebesar Rp 40.000,00, berapa banyak unit dari tiap model akan perusahaan rencanakan untuk produksi tiap minggu.
Apakah permasalahan di atas merupakan masalah program linier? Dari masalah di atas ternyata:
a) Terdapat tujuan yang dicapai yaitu mencapai keuntungan maksimum melalui produksi rak buku jenis A dan B di mana tiap jenis produksi itu telah direncanakan mempunyai harga tertentu. Rak buku yang diproduksi banyaknya tak negatif.
b) Terdapat sumber daya atau masukan (input) yang berada dalam keadaan terbatas. Dalam hal ini, Firma mempunyai persediaan, melalui pemasok sendiri, yaitu tiap minggu 1700 m2, dan waktu kerja mesin pemroses yang terbatas yaitu tiap minggu 160 jam. Jadi permasalahan di atas merupakan permasalahan program linier.
Pola umum masalah yang dapat dimodelkan dengan program linier harus memenuhi:
a) adanya pilihan kombinasi beberapa faktor kegiatan,
b) adanya sumber penunjang beserta batasnya,
c) adanya fungsi obyektif/sasaran/tujuan yang harus dioptimumkan,
d) bahwa relasi yang timbul antara faktor-faktor semuanya linier.

Devinisi dan Contoh Pengambilan Teori Kebijakan

1. Teori Rasional
Rasional diambil dari kata bahasa inggris rational yang mempunyai definisi yaitu dapat diterima oleh akal dan pikiran dapat ditalar sesuai dengan kemampuan otak. Hal-hal yang rasional adalah suatu hal yang di dalam prosesnya dapat dimengerti sesuai dengan kenyataan dan realitas yang ada.Biasanya kata rasional ditujukan untuk suatu hal atau kegiatan yang masuk diakal dan diterima dengan baik oleh masyarakat . Rasional juga berarti norma - norma yang sudah baku di dalam masyarakat dan telah menjadi suatu hal yang biasa dan permanen. Contoh dari tindakan rasional antara lain seperti:
• Seorang penjahat diadili karena kejahatannya
• Seseorang diberi hadiah karena sudah menolong orang lain
• seseorang harus menabung agar menjadi orang kaya
• Seseorang tidak mempercayai hal - hal yang belum dilihatnya
• Seseorang akan lebih berhati hati pada malam hari
2. Teori Inkrementalis
Teori Inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari. Di indonesia kebijakan seperti ini dapat dilihat pada kebijakan pemerintah hari ini untuk mengambil over begitu saja kebijakan-kebijakan di masa lalu, secarut-marut apapun kebijakan tersebut, seperti kebijakan desentralisasi, kebijakan kepartaian, kebijakan letter of intent dengan IMF, kebijakan rekapitalisasi, kebijakan BPPN, kebijakan release & discharge, rescheduling.
3. Teori Mutu
Teori Mutu memiliki beberapa pengertian yang berbeda menurut para ahli. Phil Crosby, misalnya, menyatakan mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, dokter yang ahli, dan lain-lain. Dokter yang mampu mendiagnosa dengan tepat penyakit pasiennya digolongkan sebagai dokter yang bermutu. Sementara Edward Deming ,menyatakan mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus menerus seperti Kaizen di Toyota. Dalam hal ini berarti mutu berarti sesuatu yang kontinu, senantiasa ada perbaikan,tidak stagnan. K.Ishikawa, pencipta diagram tulang ikan, menyatakan mutu berarti kepuasan pelanggan,baik pelanggan internal maupun eksternal. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan eksternal.
Contoh teori Mutu dalam pendidikan yang dikenal sebagai Strategic Quality Management /Total Quality Management. Dalam era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
4. Teori Konvensional
Istilah Konvensional sangat sering dipakai oleh para analis. Terkadang pemakaian sangat pas dan sering pemakaiannya hanya sekedar agar istilah yang dipakai terkesan keren dan tendesius. Tidak jarang kata ini digunakan untuk menyatakan sesuatu yang telah kuno yang tidak layak untuk sekarang dan masa datang.
Contohnya adalah, kesepakatan dapat dilakukan dalam sebuah pertemuan atau forum, misalnya dalam sidang atau rapat. Ada pula kesepakatan yang sifatnya tidak formal, seperti seseorang melakukan perubahan dalam menghadiri pesta pernikahan, biasanya orang-orang membawa kado berupa barang, tapi dia hanya membawa amplop yang berisi uang. Semua orang yang melihat menilai perbuatannya itu. Ternyata semua orang menilai baik, menyetujui perbuatan itu boleh dilakukan (selalu seperti itu) setiap ada pesta perkawainan. Itu artinya telah terjadi semacam kesepakatan. Entah kapan mulainya saya tidak tahu. Yang jelas perbuatan seperti itu telah menjelma dalam masyarakat sebagai sebuah tradisi.
5. Pemograman Linier
Pemrograman Linier, merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti, memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Pemograman Linier banyak diterapkan dalam masalah ekonomi, industri, militer, social dan lain-lain. Pemograman Linier berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dengan beberapa kendala linier.
Contoh pemograman linier, Sebuah perusahaan memproduksi sendiri rak buku dalam dua model, yaitu A dan B. Produksi rak buku dibatasi oleh persediaan material (papan kualitastinggi) dan waktu yang terbatas dari mesin pemroses. Tiap unit A memerlukan 3 m2 papan dan tiap unit B memerlukan 4 m2 papan. Firmamemperoleh 1.700 m2 papan tiap minggu dari pemasok sendiri. Tiap unit membutuhkan 12 menit dari mesin pemroses dan tiap unit B membutuhkan 30 menit. Setiap minggu memungkinkan total waktu mesin 160 jam. Jikakeuntungan (profit) tiap unit A sebesar Rp 20.000,00 dan tiap unit B sebesar Rp 40.000,00, berapa banyak unit dari tiap model akan perusahaan rencanakan untuk produksi tiap minggu.
Apakah permasalahan di atas merupakan masalah program linier? Dari masalah di atas ternyata:
a) Terdapat tujuan yang dicapai yaitu mencapai keuntungan maksimum melalui produksi rak buku jenis A dan B di mana tiap jenis produksi itu telah direncanakan mempunyai harga tertentu. Rak buku yang diproduksi banyaknya tak negatif.
b) Terdapat sumber daya atau masukan (input) yang berada dalam keadaan terbatas. Dalam hal ini, Firma mempunyai persediaan, melalui pemasok sendiri, yaitu tiap minggu 1700 m2, dan waktu kerja mesin pemroses yang terbatas yaitu tiap minggu 160 jam. Jadi permasalahan di atas merupakan permasalahan program linier.
Pola umum masalah yang dapat dimodelkan dengan program linier harus memenuhi:
a) adanya pilihan kombinasi beberapa faktor kegiatan,
b) adanya sumber penunjang beserta batasnya,
c) adanya fungsi obyektif/sasaran/tujuan yang harus dioptimumkan,
d) bahwa relasi yang timbul antara faktor-faktor semuanya linier.

Review ILMU PENDIDIKAN ISLAM (Dengan Pendekatan Multidispliner) Penulis : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.

oleh: Rohmat Anas
Dalam sinopsis buku Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidispliner penulis memberikan gambaran tentang pendidikan, bahwa; Hingga saat ini, mutu pendidikan Islam masih jauh tertinggal dengan mutu pendidikan secara umum. Hal ini terjadi antara lain, karena pelaksanaan pendidikan yang diselenggrakan oleh pelbagai lembaga pendidikan Islam, masih belum dilakukan secera terncana dan terkonsep. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, kualifikasi guru, kriteria calon siswa, mutu kelulusan, standar sarana prasarana, biaya, lingkungan, dan evaluasi tidak dirumuskan derdasarkan sebuah teori yang matang.
Disisi lain, pendidikan Islam sendiri miliki keterkaitan yang erat dengan pelbagai disiplin ilmu, misalnya; visi, misi, dan tujuan pendidikan Islam erat kaitanya dengan filsafat; metodologi pengajaran erat kaitanya dengan psikologi dan kebudayaan; kurikulumya erat dengan filsafat dan iptek; aspek pengelolanya erat kaitannya dengan ilmu manajemen; aspek sarana-prasarana dan pembiayaan erat kaitannya dengan ilmu ekonomi dan politik; aspek hubungan antara pendidikan dengan peserta erat kaitannya dengan ilmu sosiologi dan psikologi, dan seterusnya.
Dalam daftar isi penulis memberikan bab perbab penjelasan tentang pendidikan Islam dimulai dengan pendahuluan. Penulis memberikan sedikit gambaran tentang dasar pemikiran, tujuan, dan ruang lingkup serta metode dan pendekatanya terhadap ilmu pandidikan Islam.
Bukti penulis menyusun buku ini sesuai dengan kreteria penulisan ilmiah yang berdasarkan fakta dan teori dalam dunia penulisan karya ilmiah, yang dapat dibuktikan secara ilmiah akan keabsahan penulisan buku ini.
Bab kedua, penulis memberikan penjelasan tentang pengertian, tujuan, dan ruang lingkup ilmu penmdidikan Islam. Pada bab ini penulis memaparkan arti dari pendidikan Islam serta mendefinisikannya, juga hakikat dari pendidikan Islam itu sendiri. Tidak lupa penulis juga penguatkan pendapatnya yang didapat dari al-Qur’an maupun al-Hadits. Tujuan ilmu pendidikan Islam yang dikemukakan penulis dipaparkan sebagai beriku:
Pertama, melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam yang merangkum aspirasi atau cta-cita Islam yang harus diikhtiarkan agar menjadi kenyataan.
Kedua, memberikan bahan informsi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi pengembangan pendidikan agama Islam.
Ketiga, menjadi korektor bagi kekurangan teori-teori yang dipegangi oleh pendidikan agama Islam.
Dari urian diatas menggambarkan petapa pentingnya pendidikan agama Islam bagi pemeluknya. Diharapkan dengan pendidikan yang sesuai dengan konsep al-Qur’an dan al-Hadits dapat memberikan jalan dan ridho Allah SWT.
Bab Ketiga, penulis menjelaskan tentang dasar-dasar dan asas-asas ilmu pendidikan Islam. Asas-asas pendidikan dalam Islam, mengatakan bahwa berkenaan dengan dengan asas-asas yang kita maksudkan, yaitu asas-asas pendidikan Islam, dapat kita uraikan dalam enam asas sebagai berikut.
Pertama, asas historis yang mempersepsikan si pendidik dengan hasil-hasil pengalaman pendidikan masa lalu, dengan undang-undang dan peraturan-peraturannya, batas-batas dan kekurangan-kekuranyannya.
Kedua, asas sosial yang memberinya kerangka budaya darimana pendidikan itu bertolak dan bergerak, memindah budaya, memilih, dan mengembangkannya.
Ketiga, asas ekonomi yang memberinya perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan serta materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggungjawab terhadap anggaran belanja.
Keempat, asas politik dan administrasi yang memberikannya bingkai idiologi (aqidah) darimana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
Kelima, asas psikologis yang memberikan informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktik, pencapaian dan penilaian.
Keenam, asas filsafat yang berusaha memberikannya kemampuan untuk memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrolnya, dan memberi arah kepada semua asas-asas yang lain.
Dari uangkapan penulis yang dipaparkan memberikan gambaran tentang pendidikan agama Islam khususnya bahwa, dalam pendidikan tidak terlepas dari dasar-dasar dan asas-asas untuk mencapai pendidikan yang diharapkan. Yang dikemukakan penulis tentang hal tersebut harus diikuti dan diimplementasikan kedalam dunia pendidikan agar memberikan pendidikan yang diharapkan.
Bab keempat, tentang pendidikan Islam dengan pendekatan normatif perenialis. Ajaran normatif perenialis dalam pendidikan Islam yang dikemukakan oleh penulis adalah, bahwa ajaran yang bersifat normatif yang bersumber dari ajaran-ajaran agama didunia, termasuk agama Islam, merupakan ajaran yang dapat menyelamatkan manusia dari keterpurukan dan kesesatan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat modern saat ini. Mereka memerlukan pencerahan kembali melalui ajaran normatif perenialis yang terdapat dalam agama.
Pendidikan Islam, sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya, diharapkan dapat ikut menyelesaikan permasalahan tersebut di atas dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai normatif perenialis tersebut ke dalam konsep dan praktik pendidikan Islam.
Dalam permasalahan ini penulis memberikan gambaran tentang pendidikan dengan dengan pendekatan perenialis yang hakikat dari pendekatan tersebut kaitannya dengan pengrtahuan mistik universal. Filasafat perenialis dipandang sebagai sebuah filsafat yang menjelaskan segala kejadian yang hakiki menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalankan hidup yang benar adri segala aspek. Walaupun secara singkat menjelaskan konsep tersebut, namun saya bisa menangkap dari apa yang telah dituliskan, bahwa hakikat dari pendidikan Islam seseorang dapat memahami kompleksitas perbedaan-perbedaan yang ada antara satu agama dengan agama lain, dan antara tradisi dengan tradisi lain. Juga bisa dipahami bahwa perbedaan adalah hal yang biasa tinggal bagaiman kita menyikapi perbedaan tersebut hingga tidak terjadi perpecahan atau permusuhan karena perbedaan adalah fitrah manusia.
Bab Kelima, ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan sejarah. Melalui pendekatan sejarah ditemukan informsi tentang pendidikan Islam sebagai berikit:
Pertama, terdapat sejumlah lembaga pendidikan Islam yang pernah memainkan peranan dan sumbangan bagi pengembangan ajaran Islam dan pemberdayaan umat.
Kedua, berkaitan denagan metode yang digunakannya. Dilihat dari bahan kajiannya ada yang bersifat riset kepustakaan dan riset lapangan; dari segi tujuannya ada yang bersifat deskriptif eksploratif dan uji teori; dari segi pendekatan analisisnya ada yang mengunakan analisis sejarah, ayitu analisis yang bertumpu pada data dan fakta yang akurat dan seterusnya yang nanti digunakan sebagai peningkatan kualitas pendidikan Islam.
Dari apa yang diuraikan penulis, menunjukan revalitas sejarah bagi kepentingan pendidikan Islam, dikarenakan peningkatan mutu kualitas harus ada perimbangan dan itu mengaca pada perkembangan sejarah. Pendidikan bisa dikatakan maju jika mampu melebihi pendidikan yang ada sebelumnya.
Bab Keenam, ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan filsafat. Pada bagian penutup penulis memaparkan; berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikemukakan beberapa catatan penutup bab ini, sebagai berikut.
1. Dalam pemikiran filsafat, baik yang berasal dari filsafat Yunani, filsafat barat dan filsafat Islam, terdapat pemikiran yang berkaitan dengan pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis. Hal ini membuktikan kebenaran pendapat yang mengatakan bahwa filsafat memiliki sumabangan yang signifikan dalam pembangunan konsep pendidikan.
2. Pemikiran filsafat telah memberikan sumabangan dalam menjalaskan peran dan fungsi pendidikan bagi kehidupan manusia, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, proses belajar mengajar, profil pendidikan yang ideal, etika murid, dan lingkungan pendidikan.
3. Pengaruh pemikiran filsafat Barat ternyata ternyata lebih kuat dan lebih dahulu masuk kedalam perumusan konsep pendidikan pada umumnya dan pendididkan Islam pada khususnya. Hal ini terjadi karena kajian terhadap pemikiran filsafat barat dalam hubungannya dalam perumusan konsep pendidikan lebih dahulu dilakukan daripada kajian terhadap pemikiran filsafat Islam.
Dengan demikian bisa dibilang bahwa ilmu filsafat itu terdiri dari dua bagian, bagian pertama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan bagian kedua yang bertentangan dengan ajarn Islam. Dan patut diingat bahwa dalam beragama kita tidak memerlukan filsafat karena nabi dan para sahabatnya juga tidak mengajarkan ilmu filsafat.
Ar-Roziy berkata dalam kitab Aqsaamul Ladzdzat : Saya telah menelaah buku-buku ilmu kalam dan manhaj filsafat, tidaklah saya mendapatkan kepuasan padanya lalu saya memandang manhaj yang paling benar adalah manhaj Al-Qur’an. Abu Hamidz Al-Ghozali berkata di awal kitabnya Al-Ihya : Jika kamu bertanya : ‘Mengapa dalam pembagian ilmu tidak disebutkan ilmu kalam dan filsafat dan mohon dijelaskan apakah keduanya itu tercela atau terpuji ?’ maka ketahuilah hasil yang dimiliki ilmu kalam dalam pembatasan dalil-dalil yang bermanfaat, telah dimiliki oleh Al-Qur’an dan Hadits dan semua yang keluar darinya adakalanya perdebatan yang tercela dan ini termasuk kebid’ahan dan adakalanya kekacauan karena kontradiksi kelompok-kelompok dan berpanjang lebar menukil pendapat-pendapat yang kebanyakan adalah perkataan sia-sia dan ingauan yang dicela oleh tabiat manusia dan ditolak oleh pendengaran dan sebagiannya pembahasan yang sama sekali tidak berhubungan dengan agama dan tidak ada sedikitpun terjadi di zaman pertama.
Bab Ketujuh, pendidikan Islam dengan pendekatan pskiologi, peran psikologi dalam pengemabngan ilmu pendidikan Islam, sebagaimana telah dikemukakan diatas, adalah ilmu yang membahas tentang berbagai teori dan konsep yang berkaitan dengan komponen dan aspek pendidikan. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan komponen pendidikan Islam lainnya dapat dirumuskan dengan benar apabila melibatkan jasa psikologi.
Psikologi perkembangan memiliki metode dan teori yang berbeda dengan psikologi belajar. Dari segi metode, psikologi perkembangan berupaya membantu menjelaskan tentang perkrmbangan individu yang diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanlitik, sosiologik atau studi kasus.
Pada bab ini penulis mengungkapakan keterkaitan pendidikan Islam dengan psikologi. Saya memberikan apreasi penuh pada penulis, dikarenakan memesukan kajian psikologi dalam pendidikan, apalagi menjelaskan secara detail penjabaran pendidikan dengan psikologi dan itu sangat bermanfaat.
Bab Kedelapan, ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan sosiologi. Pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya. Melalui pendekatan ini, interaksi antara pendidikan dan masalah sosial dikaji secara seksama. Pendidikan, meenurut pendekatan sosiologi ini, dipandang sebagai salah satu sosial, atau dicptakan oleh interaksi sosial. Para sosiolog pendidikan mengkaji praktik-praktik pendidikan untuk membuktikan hubungannya dengan kelembagaan, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan berbagai komponen pendidikan lainnya.
Pada bab ini juga penulis menguraikan tentang konsep pendidikan yang berbasis sosiologi yang didalamnya mengandung beberapa visi pendidikan , misi pendidikan, tujuan pendidikan, kuriulum pendidikan, proses pembelajaran, dan pengelolaan pendidikan. Berdasarkan uraian yang dipaparkan penulis, saya mengamati pendidikan semestinya tidak bisa lepas dari pengaruh sosial. Bukti konkritnya, pendidikan yang maju adalah pendidikan yang dibarengi dengan mutu sosial yang tinggi dan faktor dari keberadaan tingkat sosial dari peran guru dan siswa.
Bab Kesembilan, ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan manajemen. Pendekatan mana jemen ini, diartikan sebagai sebuah konsep yang mencoba menerapkan fungsi-fungsi manajemen seperti planing (perencanaan), organising (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), countrolling (pengawasan), dan evaluating (penilaian), serta suvervising (pebaikan) dalam kegiatan pendidikan.
Pada ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan manajemen nantinya harus mengarah pada standar pendidikan yang mencakup:
1. Standar isi yakni, ruang lingkup materi dan tingat kompetensi yang dituangkan dalam kreteria tentang kompetensi kelulusan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pemebelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2. Standar proses/kegiatan belajar mengajar, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
3. Standar kompetensi lulusan, dapat digunakan sebagai penilaian dalam menentukan kelulusan pesera didik dari stuan pendidikan.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kreteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kerteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, serta sumber belajar lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran.
6. Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan denagn perencanaan, pelaksanaan dan pengawasaan kegiatan pendiddikan pada tingkat satuan pendidikan.
7. Sumber pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnay biaya operasional satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8. Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Penulis memeberikan gambaran tentang pendidikan Islam dengan penedekatan manajemen. Ada pokok-pokok yang perlu diketahui oleh seorang pendidik dalam mengembangkan model pembelajaran melelui manajemen yang harus diterapkan dalam mengelola pendidikan. Ada yang perlu digaris bawahi dalam ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan manajemen yang dikemukakan penulis bahwa, keselarasan semua yang ada dalam pendidikan Islam harus sesuai dengan batasan-batasan yang ditentukan oleh ajaran Islam.
Bab Kesepuluh, pendidikan Islam dengan pendekatan Information Technology (IT). Pandangan Islam tentang sains dan teknologi pendidikan, sejak awal kelahirannya, Islam baik secara normatif, filosofis, maupun aplikasi pragmatis telah memberikan perhatian besar terhadap pentingnyasains dan teknologi .
Pengaruh sains dan teknologi terhadap pendidikan saat ini amat besar terhadap kehidupan manusia, terutama pendidikan, adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Berbagai hasil kajian para ahli TIK telah menunjukan dengan jelas, bahwa pendidikan di masa depan adalah pendidikan yang berbasis TIK. Dengan penggunaan TIK, seluruh paradigma pendidikan: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, kelembagaan, sistem, pola hubungan, penilaian, lingkungan dan aspek pendidikan lainnya akan mengalami perubahan. Hal ini antara lain dapat di buktikan dengan hadirnya sejumlah buku atau jurnal yang mencoba mengaitkan pendidikan dengan TIK. Berbagai perubahan paradigma pendidikan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
Bab Kesebelas ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan kebudayaan. A.L. kroeber dan Clyde Kluckhohn, dala bukaunya Cultural: A Cricital Review of Concep and Devinition, telah mengumpulkan kurang kurang lebih 161 definisi tentang kebudayaan. Pada garis besarnya, definisi kebudayaan, dengan jumlah tersebut, terbagai dalam berbagai kelompok yang meninjau kebudayaan dari berbagai sudut pandang.

Bab Keduabelas, ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan politik. Secara harfiyah, politik dapat diartikan sebagai usaha atau rekayasa yang diatur sedemikaian rupa dalam rangka mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, politik yang dalam bahasa Arabnya dikenal dengan istilah Al-siasyah berlaku pada aspek kehidupan, seperti pendidikan, keluarga, ekonomi, budaya, kenegaraan, dan lain sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya, politik sering dikaitkan dengan masalah kekuasaan suatu pemerintahan. Di dalamnya, dibahas antara lain tentang usaha-usaha untuk mendapatkan kekuasaan, mengelola, dan mempertahankannya agar kekuasaan,tersebut tetap dapat dipertahankan. Pengertian politik, dalam arti kekuasaan atau kebijakan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan tersebut, tampaknya yang paling menonjol dibandingkan dengan pengertian politik lainnya.
Bab Ketiga Belas, ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan hukum. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, terdapat beberapa pengertian tentang hukum. Pertama, hukum adalah peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak. Kedua, hukum adalah segala undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup di masyarakat. Ketiga, hukum adalah ketentuan (kaidah, patokan) mengenai suatu peristiwa atau kejadian (alam dan sebagainya). Keempat, hukum adalah keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim (di pengadilan).
Hubungan ilmu pendidikan ilam dengan ilmu hukum dapat diartikan sebagai sebuah konsep pendidikan dengan mengunkan fikih sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan berbagai aspek dan komponennya. Visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, pengelolaan, sarana prasarana, pembiayaan, lingkungan, dan evaluasi pendidikan dirancang dengan mempertimbangkan kebijakan hukum. Uraian selanjutnya mengenai ilmu pendidikan dengan pendekatan hukum ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
Bab Keempat Belas, penelitian ilmu pendidikan Islam denganpendekatan kualitatif. Pada bagian ini, perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian penelitian kualitatif yang didalamnya mencakup karateristiknya, setelah itu dilanjutkan dengan syarat-syarat dan ketentuan (syarat rukun) yang harus dilakukan pada penelitian kualitatif tersebut, sehingga hasilnya dapat diakui sebagai temuan yang valid.
1. Pengertian
Metode penelitian kualitatif sering dinamakan sebagai metode baru, fositifistik, dan interpretative research. Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama; dinamakan metode pospositifistik karena berlandaskan pada filsafat pospositisme. Filsafat pos pasitifisme ini sering pula sebagai paradigma interpretatif dan konstruktif yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, komplek, dinamis, penuh makna, dan berhubungan secara interakif (reciprocal).
2. Langkah-langkah penelitian kualitatif
Terdapat sejumlah langkah penelitian kualitatif yang harus ditempuh yang diharapkan dapat menjamin kesahihan (validitas) hasilnya.
Bab kelima belas, penelitian ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif sering pula disebut sebagai metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah menjadi tradisi sebagai metode penelitian. Selain metode ini juga disebut sebagai metode positivistik, karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini juga dapat disebut sebagai meyode ilmiah, yaitu konkrit, empiris, objektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Dan dinamakan metode kuantitatif, karena data penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik.
Pendidikan Islam yang telah disampaikan pada buku ini dapat memberikan gambaran tentang ilmu pendidikan Islam dari beberapa perspektif. Secara garis besar bahwa, dalam suatu pendidikan ada beberapa perspektif yang perlu diketahui oleh oleh guru dalam pendidikannya. Sudah selayaknya buku ini adalah buku wajib bacaan bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dan khazanah keilmuan.
Dengan tanggapan-tanggapan yang saya paparkan, bukan berarti buku ini banyak kelemahan, namun justru saya sendiri yang memiliki banyak kelemahan, dan perlu banyak mengkaji dan menelaah kandungan yang ada pada buku ini. Saya berharap dengan membaca dan memahami isi kandungan buku ini, dapat memperoleh pemahaman dan masukan bagi khasanah keilmuan pada diri saya.

Senin, 12 Maret 2012

SEKOLAH SEBAGAI SEBUAH SISTEM SOSIAL DAN SUB KULTURAL

Oleh: Rohmat Anas

A. PENDAHULUAN
Perkembangan peserta didik merupakan suatu aspek pendidikan dimana seorang guru dituntut untuk memahami dan mengawal dalam setiap tahap perkembangan, agar proses pendidikan dapat berhasil sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pendidik dan peserta didik.
Perkembangan itu pun harus dikawal dalam semua lingkungan peserta didik, meliputi: lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan-lingkungan itu yang banyak mempengaruhi pola pikir dan dan tingkah laku seorang peserta didik. Dan suasana yang diciptakan dari lingkungan-lingkungan tersebut itu yang akan menjadi budaya bagi peserta didik.
Kebudayaan sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pola perilaku anak didik, terutama dalam proses belajar mengajar. Ternyata apa yang dihayati oleh siswa seperti sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan, dan sikap terhadap nilai-nilai tidak berasal dari kurikulum sekolah yang formal, melainkan berasal dari kebudayaan sekolah itu.
Maka dari tu, segala aspek yang menjadi unsur sekolah berpengaruh pada pola pikir peserta didik. Baik berupa lokasi sekolah, tata kelas, sistem sosial yang ada di sekolah, dan lain sebagaimana.
B. PEMBAHASAN
1. Sekolah Sebagai Sistem Sosial
a) Pengertian Sistem
Banyak pendapat tentang pegertian sistem. Namun secara umum pengertian sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama secara keseluruhan berdasarkan suatu tujuan ber- sama. Di dalam sistem masing-masing unsur saling berkaitan, saling bergantung dan saling berinteraksi atau suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam lingkungan yang kompleks. Pengertian tersebut selaras dengan pendapat Johnson, Kast dan Rosenwig,1973 sebagaimana dikutip oleh Soenarya (2000) menyatakan bahwa sistem adalah suatu tatanan yang kompleks dan menyeluruh. Dengan kata lain, satu kesatuan dari sesuatu sehingga merupakan kesatuan yang menyeluruh. Sedangkan Middleton dan Wedemeyer,1985 memandang sistem sebagai kumpulan dari berbagai bagian (unsur) yang saling tergantung yang bekerja sama sebagai suatu keseluruhan untuk mencapai suatu tujuan, di mana hasil keseluruhan lebih berarti dari pada hasil sejumlah bagian (Soenarya, 2000: 12).
Bachtiar (1985) mengemukakan bahwa sistem adalah sejumlah satuan yang berhubungan satu dengan lainnya sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan yang biasanya berusaha mencapai tujuan tertentu. Pada bagian yang sama, Bachtiar menambahkan bawa sistem adalah seperangkat ide atau gagasan, asas, metode dan prosedur yang disajikan sebagai suatu tatanan yang teratur.
Mendasarkan pendapat diatas, sesuatu dapat dinamakan sistem bila terjadi hubungan atau interelasi dan interdependensi baik internal maupun eksternal antar subsistem. Interaksi, interelasi, dan interdependensi itu disebut hubungan internal. Bila interaksi, interelasi, dan interdependensi itu terjadi antarsistem, hubungan itu disebut hubungan eksternal. Bila hubungan antar subsistem atau antarkomponen di mana hubungan itu terjadi dengan sendirinya dan tergantung dari subsistem atau komponen lain, hubungan itu disebut hubungan determenistik. Sebaliknya, bila hubungan itu tidak pasti bahwa sesuatu itu dapat berfungsi, maka suatu komponen tidak perlu bergantung pada suatu komponen yang lain. Bola lampu mempunyai akibat deterministik terhadap penerangan karena tanpa bola lampu dengan berbagai jenis dan bentuknya akan mengakibatkan kegelapan. Namun terang dan gelap lampu tidak ada hubungannnya dengan kipas angin. Hubungan yang demikian itu disebut nondeterministik. Apabila terdapat pengaruh yang menunjang, memperkuat, mempercepat fungsi perubahan atau pertumbuhan suatu sistem atau subsistem, maka hubungan itu menimbulkan pengaruh yang menghambat atau mencegah, maka hubungan itu disebut disfungsional.
Lingkungan merupakan batas antara suatu sistem dengan sistem lainnya. Makin terbuka suatu sistem, makin perilakunya terpengaruh oleh lingkungan. Lingkungan suatu sistem meru- pakan pembeda antara suatu sistem dengan sistem yang lain. Lingkungan dapat merupakan sumber yang memberikan kesempatan kepada suatu sistem untuk berkembang dalam mencapai fungsi dan tujuannya, atau sebaliknya dapat pula merupakan penghambat.
b) Sistem Sosial
Salah satu pendekatan di dalam sosiologi yang menggali konsep sistem sosial adalah pendekatan fungsional struktural. Sudut pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat, sebagai suatu sistem fungsional yang terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium. Fungsional struktural memandang masyarakat seperti layaknya organisme biologis yang terdiri dari komponen-komponen atomistis dan memelihara hubungan integratif-sistemik agar metabolisme kehidupan masyarakat tetap terjaga. Menurut Nasikun (1984) pendekatan fungsional struktural sebagaimana telah dikembangkan oleh Parson dan para pengikutnya, dapat dikaji melalui sejumlah asumsi dasar sebagai berikut:
1. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem di mana didalamnya terdapat bagian-bagian yang saling berhubungan antara satu sama lain;
2. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi antar bagian tersebut bersifat ganda dan interaktif;
3. Meskipun integrasi sosial sulit mencapai kesempurnaan, namun secara mendasar sistem sosial cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis; menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan memelihara agar perubahan yang terjadi di dalam sistem beserta akibatnya dapat diminimalisasi;
4. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penyimpangan- penyimpangan senantiasa terjadi, namun dalam jangka panjang keadaan tersebut akan berakhir pula melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan kata lain, sekalipun integrasi sosial secara sempurna tidak pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah tersebut;
5. Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial timbul melalui tiga macam kemungkinan yaitu penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial itu terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra system change), pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional, serta penemuan-penemuan baru oleh anggota-anggota masyarakat; dan
6. Faktor penting yang memiliki kekuatan mengintegrasikan sistem sosial adalah konsensus antar anggota masyarakat tentang nilai-nilai tertentu. Setiap masyarakat, menurut pandangan fungsional struktural selalu memiliki tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar tertentu yang mendapat keyakinan kuat dari sebagian besar anggota masyarakat dan dipercaya memiliki kebenaran mutlak. Sistem nilai tersebut bukan sekadar sumber kekuatan yang menyebabkan integrasi sosial, namun sekaligus merupakan unsur yang menstabilkan sistem sosial budaya tersebut.
Dari beberapa asumsi di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah sistem sosial merupakan sistem dari tindakan-tindakan manusia. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi antar berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang dalam standar penilaian umum serta mendapat kesepakatan bersama dari para anggota masyarakat. Yang paling penting dari berbagai standar penilaian umum adalah apa yang disebut sebagai norma-norma sosial. Norma-norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial. Pengaturan interaksi sosial antaranggota masyarakat tersebut dapat terjadi karena komitmen mereka terhadap norma-norma sosial menghasilkan daya untuk mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan-kepentingan pribadi mereka, proses ini memungkinkan bagi mereka untuk menemukan keselarasan antarsatu sama lain sehingga pada proses selanjutnya menghasilkan suatu tingkat integrasi sosial. Dalam posisi tersebut, equilibrium terpelihara oleh berbagai proses dan mekanisme sosial. Dua macam mekanisme sosial yang mengendalikan hasrat-hasrat para anggota demi terpeliharanya kontinuitas sistem sosial, adalah mekanisme sosioalisasi dan pengawasan sosial (social control).
c) Sistem Sosial di dalam Sekolah
Sebagai sistem sosial, sekolah merupakan akumulasi komponen-komponen sosial integral yang saling berinteraksi dan memiliki kiprah yang bergantung antara satu sama lain. Zamroni (2001), menyatakan bahwa pendekatan microcosmis melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri, yang di dalamnya memiliki unsur-unsur untuk bisa disebut suatu masyarakat, seperti pemimpin, pemerintahan, warga masyarakat atau aturan dan norma-norma serta kelompok-kelompok sosialnya. Sesuai dengan pendekatan fungsional struktural, lembaga sekolah diibaratkan masyarakat kecil yang memiliki kekuatan organis untuk mengatur dan mengelola komponen-komponennya.
Bagian-bagian tersebut diatur dan terintegrasi dalam naungan sistem kendali sosial berwujud organisasi formal. Pedoman formal merupakan rujukan fundamental dari seluruh latar belakang sikap dan perilaku para pengemban status dan peran di sekolah. Pendekatan fungsional struktural melihat lingkungan sekolah pada hakikatnya merupakan susunan dari peran dan status yang berbeda-beda, dimana masing-masing bagian tersebut terkonsentrasi pada satu kekuatan legal struktural yang menggerakkan daya orientasi demi mencapai tujuan tertentu. Tentu saja sistem sosial tersebut bermuara pada status sekolah sebagai lembaga formal.
Keberadaan guru, siswa, kepala sekolah, psikolog atau konselor sekolah, orang tua, siswa, pengawas, administratur merupakan komponen-komponen fungsional yang berinteraksi secara aktif dan menentukan segala macam perkembangan dinamika kehidupan sekolah sebagai organisasi pendidikan formal. Sehingga disini fungsional strukural melandasi pandangan kita untuk melihat berbagai peran dan status formal di sekolah sebagai satu-satunya pedoman mendasar atas segala aktivitas yang dilakukan oleh warganya. Seluruh warga pengemban kedudukan telah tersosialisasi norma-norma sekolah sesuai dengan porsi statusnya sehingga menyokong terbinanya stabilitas sosial dalam sekolah. Manifestasi peran mendasar norma-norma sekolah telah mengikat warganya dalam nuansa integritas kesadaran yang tinggi.
Kedudukan dalam Sekolah Sekolah, seperti sistem sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan kedudukan anggota dalam lingkungannya. Setiap orang didalam sekolah memiliki persepsi dan ekspektasi sosial terhadapkedudukan atau status yang melekat pada diri warga sekolah. Disana kita memiliki pandangan tentang kedudukan kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi, pesuruh, murid-murid serta asumsi-asumsi hubungan ideal antarbermacam kedudukan tersebut. Hal ini selaras dengan pendapat Weber (dalam Robinson, 1981) tentang konsep tindakan sosial, dimana setiap orang memiliki ideal type untuk mengukur dan menentukan parameter mendasar tentang sebuah realitas.
Realitas sosial yang tersebar dalam status sosial menjadi titik tolak kesadaran seorang individu untuk menentukan sikap, pandangan dan tindakan dalam lingkup sosial tertentu. Harapan ideal kepala sekolah, merupakan kesadaran awal yang mempengaruhi sikap individu seorang pejabat kepala sekolah. Meskipun pada proses selanjutnya harus terkombinasi dengan pembawaan individu, prasangka terhadap status lain, hubungan-hubungan antarstatus serta kaitannya dengan konstruksi total dari susunan status di sekolah. Dalam mempelajari struktur sosial sekolah kita analisis berbagai anggota menurut kedudukannya dalam sistem persekolahan.
d) Interaksi di sekolah
Menurut Horton dan Hunt (1999) sistem interaksi di sekolah dapat ditinjau dengan menggunakan tiga perspektif yang berbeda, yakni:
1. Hubungan antara warga sekolah dengan masyarakat luar
2. Hubungan di internal sekolah lintas kedudukan dan peranannya.
3. Hubungan antarindividu pengemban status atau kedudukan yang sama.
Dalam kategori pertama, hubungan interaktif antara orang dalam dengan orang luar mencerminkan keberadaan sekolah sebagai bagian masyarakat. Para guru, murid dan seluruh warga di sekolah juga pengemban status-status lain di masyarakat. Sehingga interaksi di sekolah merupakan kombinasi berbagai nilai dari masyarakat yang dibawa oleh para warga sekolah. Para guru, kepala sekolah, murid-murid juga bagian dari masyarakat mereka.
Mereka membawa sikap dan perilaku ke sekolah, sebagai hasil dari hubungan dengan tetangga, teman, gereja, partai politik dan berbagai ragam kelompok kepentingan. Sementara secara formal, sekolah memiliki pihak-pihak yang bertanggung jawab mengadakan hubungan antara masyarakat dengan pihak sekolah. Dalam hal ini, pihak yang paling berkepentingan mengadakan hubungan dengan masyarakat adalah pengawas sekolah. Pengawas sekolah bertanggung jawab menjamin kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara ditingkat internal pengawas sekolah juga berkewajiban memberikan perlindungan atas orientasi masyarakat sekolah dari tuntutan-tuntutan luar yang kurang masuk akal. Sebagai pengamat atau evaluator pengawas sekolah juga memiliki tugas memelihara keharmonisan hubungan antara kelompok-kelompok yang berbeda di sekolah.
Di dalam sekolah, tanggung jawab penjaga sekolah menyangkut kebersihan bertentangan dengan keinginan warga sekolah untuk menggunakan fasilitas sekolah semaksimal mungkin. Kebebasan profesional guru juga bertentangan dengan kepentingan pengawas sekolah dalam menciptakan kelancaran pengajaran di tiap-tiap kelas. Keinginan kepala sekolah untuk menerapkan inovasi baru harus berhadapan dengan keengganan guru dan murid untuk menerima perubahan. Salah satu konflik yang cukup krusial saat ini adalah konflik keinginan pengawas sekolah untuk mencapai hasil pengajaran yang terbaik sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia berhadapan dengan tuntutan organisasi persatuan guru untuk memperoleh jaminan pekerjaan dan gaji yang memadai.
Namun selain menimbulkan konflik, hubungan antarstatus merupakan bagian dari orientasi lembaga sekolah. Secara fungsional untuk mencapai tujuan yang diharapkan sekolah membutuhkan peran dan kiprah dari berbagai status dan kedudukan. Sehingga kerja timbal balik antar status diprioritaskan untuk melancarkan proses pencapaian tujuan organisasi. Sekolah membutuhkan hubungan yang harmonis antarguru dan murid agar tujuan pengajaran di kelas dapat tercapai secara maksimal.
Sekolah membutuhkan kerja sama antarberbagai pihak agar roda organisasi dapat berjalan dengan lancar. Hubungan antarindividu atau kelompok dalam jenis status yang sama juga tidak lepas dari bagian interaksi di sekolah. Para guru selain memiliki persamaan peran sesuai statusnya juga menggambarkan berbagai perilaku guru yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan perbedaan karakter, sikap dan pengalaman individu dalam melancarkan aktivitas di sekolah.
2. Sekolah Sebagai Sub-Kultur
Istilah sekolah sebagai sub-kultur sudah mulai terkenal sejak dekade 1980-an. Istilah ini sejak pertama kali dimunculkan hingga saat ini terus menjadi perdebatan. Lalu apa sebenarnya sub-kultur itu? Dan apa pula sebenarnya manfaat yang bisa diambil oleh sekolahitu sendiri? Secara teknis, sekolah adalah suatu lembaga yang memberikan pendidikan secara formal. Pengertian tersebut menunjukkan ciri sekolahyang paling penting, yaitu sebuah lingkungan pendidikan yang sepenuhnya total.
Setidaknya ada tiga unsur pokok yang menunjukkan sekolah sebagai sub-kultur. Pertama, pola kepemimpinan berada dibawah naungan lingkungan pendidikan. Kedua, literatur universal yang dapat memembentuk karakter dari siswa. Dan ketiga, sistem nilainya sendiri yang terpisah dari sistem nilai yang dianut oleh masyarakat di luar sekolah formal. Berdasarkan ketiga hal tersebut, setiap sekolah mengembangkan kurikulum yang telah ditentukan oleh institusi yang berkompeten dalam pendidikan.
Pola kepemimpinan dalam sekolah dikendalaikan oleh sebuah lembaga pendidikan. Aspek kepemimpinan ini penting sebab, ia menunjukkan bagaimana seorang pemimpin memelihara hubungan dengan guru, siswa, atau masyarakat sekitar. Dalam aspek ini, suatu fakta yang sangat penting muncul, yaitu pemeliharaan tradisi pendidikan dalam lingkungan. Peranan ini tidak bisa dilimpahkan kepada kelompok-kelompok lain dalam masyarakat diluar pendidikan.
Ketiga unsur utama sekolah itu tampak sedemikian kait mengait dan sulit dipisahkan. Dan itulah yang kemudian memposisikan sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan yang sangat bisa diandalkan. Akan tetapi, berbagai tantangan dari luar sekolah menyebabkan pola masing-masing unsur itu terbuka untuk menerima perubahan-perubahan tertentu.
C. PENTUP
Sekolah sebagai suatu dunia sendiri, yang di dalamnya memiliki unsur-unsur untuk bisa disebut suatu masyarakat, seperti pemimpin, pemerintahan, warga masyarakat atau aturan dan norma-norma serta kelompok-kelompok sosialnya. Sesuai dengan pendekatan fungsional struktural, lembaga sekolah diibaratkan masyarakat kecil yang memiliki kekuatan organis untuk mengatur dan mengelola komponen- komponennya.
Maka dari itu, fungsi semua kompenen pendidikan itu harus dimaksimalkan, agar dapat memperoleh sinergitas diantara komponen-komponen itu sehingga dapat saling melengkapi satu sama lain.
Demikian makalah ini kami buat, semoga sumbangan karya kecil kami ini dapat mempunyai pengaruh pada rekonstruksi pengetahuan dan menambah keluasan ilmu setiap orang yang membacanya.
Daftar Pustaka
• Amir Hasan Dawi, 2002. Penteorian sosiologi dan pendidikan edisi kedua. Tanjung Malim: Quantum Books.
• Fatimah Daud, 1992. Pengenalan teori-teori sosiologi.Kuala Lumpur :
Fajar Bakti
• Kamaruddin Haji Husin, 1995. Dinamika sekolah dan bilik darjah.Kuala Lumpur: Utusan Publication & Distributions Sdn.Bhd.
• Omar Mohd. Hashim, 1991. Pengisian misi pendidikan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
• Sharifah Alwiah Alsagoff, 1985. Sosiologi pendidikan. Petaling Jaya: Longman.

AYO BELAJAR

Islam memperkenankan kepada setiap muslim meraih ilmu kimia, biologi, astronomi, kedokteran, industri, pertanian, administrasi, dan kesektariatan, dan sejenisnya dari orang non muslim atau orang mulim yang tidak percaya ketakwaannya. Hal itu boleh dengan syarat tidak ditemukannya seorang muslim yang terpercaya keagamaan dan ketakwaannya yang dapat diambil ilmu darinya.