KARIA ILMIAH

Minggu, 16 September 2012

ISLAM LUAS DAN ISLAM SEMPIT


Oleh:
Adang Djumhur S*


Kali ini, saya ingin mengibaratkan Islam sebagai sebuah bangunan rumah. Rumah itu ada yang tipe kecil dan ada yang tipe besar. Rumah tipe besar biasanya memiliki ruangan yang luas-luas, termasuk luas tanahnya. Sebaliknya, rumah tipe kecil, maka ruangan-ruangannya pun kecil dan terasa sempit. Bagaimana pun tipenya, standar rumah biasanya memiliki beberapa ruang: ada ruang tamu, ruang kamar tidur, ruang dapur serta ruang kamar mandi dan WC. Rumah yang tidak ada ruang tamu, atau kamar mandi dan WC-nya, tentu akan dianggap tidak lengkap dan dirasakan tidak nyaman.
Bangunan Islam juga ada yang kecil dan sempit, ada yang besar dan luas. Luas dan sempitnya bangunan Islam tergantung persepsi dan perspektif orang, yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain pendidikan dan lingkungan keagamaannya. Ibarat sebuah bangunan, Islam memiliki beberapa ruang. Di antaranya ruang aqidah atau kalam, ruang akhlak, ruang tashawuf, dan ruang fiqh atau hukum. Di dalam bangunan Islam itu, juga ada ruang NU, ruang Muhammadiyah, Persis, Ahmadiyah, MUI, FUI, dan lain-lain. Sebagaimana layaknya sebuah rumah, bangunan Islam dapat dianggap tidak lengkap bila tidak ada ajaran aqidah atau akhlaknya; dan akan dirasakan tidak menarik bila di rumah Islam tidak ada NU atau Muhammadiyahnya.
Ketika orang memasuki sebuah rumah, ia akan melihat banyak hal dalam bangunan bernama rumah itu, tergantung ruang mana yang dimasukinya. Ketika berada di ruang tamu, maka yang akan terlihat adalah fasilitas yang ada di ruang itu, seperti kursi dan meja tamu serta beberapa aksesoris yang ada di sana. Ketika di ruang tengah pasti yang terlihat akan lebih banyak lagi, demikian seterusnya ketika memasuki ruang-ruang lain yang ada dalam bangunan itu, maka yang terlihat adalah benda-benda yang ada pada masing-masing ruang tersebut. Untunglah bila orang berkesempatan melihat seluruh ruangannya, sebab ia akan melihat hampir seluruh benda yang ada dalam bangunan itu. Orang itu boleh jadi akan menyatakan bahwa bangunan itu sangat luas, dan banyak hal di dalamnya. Tentu akan berbeda kesan dan komentarnya, dengan orang yang hanya masuk dan berada di ruang tamu saja, atau yang masuk kamar tidur saja. Orang ini hanya bisa menyebut beberapa benda yang ada di dua ruang itu, yang luas pandangan dan jumlah benda yang dilihatnya terbatas beberapa jenis saja.
Ilustrasi itu dapat digunakan untuk menggambarkan tentang luas dan sempitnya pandangan orang tentang Islam. Orang bisa berbicara tentang Islam seluas atau sesempit pengetahuannya, tergantung seberapa banyak ruang Islam yang dimasukinya, bidang keislaman yang dipelajarinya, dan seberapa lama berada di masing-masing ruang dan bidang kajiannya itu. Ketika orang masuk wilayah kajian fiqh, maka yang nampak itu adalah kitab-kitab dan masalah-masalah fiqh. Sehingga, apa pun akan dilihat dari perspektif fiqh. Akhirnya, mungkin saja orang itu akan berkata bahwa Islam itu tak lain adalah fiqh. Substansi Islam yang paling penting adalah fiqh. Maka, pelajarilah fiqh, sebab fiqhlah yang akan menjadi jalan keselamatan manusia di dunia dan di akhirat. Orang yang masuk bidang aqidah dan tashawuf, tentu akan lebih banyak bertemu dengan kitab-kitab dan guru-guru tashawuf. Ia pun akan menyatakan bahwa subtansi Islam itu adalah tashawuf. Tashawuflah yang akan mengantarkan manusia pada kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, bahkan yang dapat mengantarkan pada puncak kebahagiaan yang sejati. Begitulah seterusnya dengan orang yang masuk pada bidang-bidang Islam lainnya.
Orang yang sejak lahir hidup dan dibesarkan di lingkungan NU misalnya, tentu yang terlihat adalah Islam NU. Kitab dan buku-buku yang dibacanya hanyalah kitab dan buku-buku NU. Ia pun memperoleh pelajaran dari guru-guru dan para kiayi NU. Maka, tata cara beribadah, ritual dan aktivitas keagamaannya sesuai dengan tradisi yang hidup dan berkembang di lingkungan jamaah NU. Wajarlah bila kemudian orang itu berpandangan bahwa NU adalah Islam, dan Islam adalah NU. Wajar pula jika kemudian ia berkeyakinan bahwa Islam yang benar adalah Islam NU, bahwa NU-lah satu-satunya jalan keselamatan, maka ia pun berani mati untuk membelanya.
Demikian pulalah sikap orang yang lahir dan dibesarkan dalam tradisi Muhammadiyah dan Persis. Islam menurut mereka adalah Muhammadiyah dan Persis. Itulah Islam yang benar; dan itulah satu-satunya jalan keselamatan. Maka, pantaslah bila mereka berseru: “masuklah Muhammadiyah”, kata si Muhammadiyah; dan kata si Persis, “masuklah Persis. Janganlah keluar darinya”. Maka, pantas pula bila kemudian mereka pun melakukan sosialisasi, merekrut anggota dan melakukan pembinaan, bahkan rela berkorban untuk membela dan mempertahankan aqidah dan eksistensi organisasinya itu. Demikian seterusnya dengan orang yang ada pada organisasi keagamaan Islam lainnya.
Persoalannya sekarang, betulkah bahwa Islam itu adalah fiqh? Islam itu adalah akhlak dan tashawuf? Benarkah bahwa Islam itu adalah NU. Islam itu adalah Muhammadiyah dan Persis, atau ormas keagamaan lainnya? Tentu Anda akan menjawab, bahwa Islam tidaklah identik atau sama sebangun dengan fiqh dan akhlak tashawuf, atau bidang kajian Islam lainnya. Islam pasti diyakini lebih luas dari sekedar masing-masing bidang itu. Islam terdari atas berbagai-bagai aspek, di antaranya adalah fiqh dan akhlak tashawuf.
Pertanyaan berikutnya, benarkah Islam itu sama dengan NU, Muhammadiyah, Persis atau ormas Islam lainnya? Tentu Anda pun akan menjawab, bahwa Islam tidak identik dengan NU atau Muhammadiyah. Islam lebih luas dari sekedar NU, Muhammadiyah, dan Persis. Islam terdiri atas NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Matla’ul Anwar, MUI, FUI dan sebagainya. Ahmadiyah boleh jadi termasuk di dalamnya. Setidaknya, menurut para pengikutnya. Betul, bahwa semua ormas yang disebutkan tadi adalah Islam, tapi bukan sebaliknya. Islam tidaklah identik dengan NU. Islam bukanlah hanya NU, Muhammadiyah, Persis dan seterusnya itu. Maka, seseorang tetap disebut Islam atau Muslim ketika ia masuk atau tidak masuk NU, Muhammadiyah dan Persis, atau yang lainnya. Orang pun bisa masuk Islam melalui atau tidak melalui pintu NU, Muhammadiyah, atau yang lainnya itu. Orang pun boleh berada atau tidak berada di dalamnya, baik sebentar atau berlama-lama, boleh masuk dan boleh keluar, tanpa harus merasa berdosa atau bersalah, apalagi menyalahkan orang lain.
Kalau fiqh atau tashawuf didakwa sebagai bagian dari Islam, maka Islam fiqh atau Islam tashawuf bisa disebut sebagai Islam sempit. Demikian pula dengan Islam NU, Islam Muhammadiyah, atau Islam PUI, itu pun merupakan Islam sempit. Karena, Islam luas di dalamnya meliputi segenap unsur ajaran yang bukan sekedar fiqh dan tashawuf, dan mencakup Islam NU, Islam Muhammadiyah, Islam PUI, dan sebagainya. Luas dan sempitnya Islam itu tergantung perbandingan dan perspektif yang digunakan untuk melihatnya. Makna Islam itu ibarat lingkaran-lingkaran, mulai dari lingkaran yang kecil sampai lingkaran besar. Ibarat pepatah di atas langit ada langit. Maka, seluas apapun pandangan Islam seseorang atau sejumlah orang bisa tetap disebut sebagai Islam sempit, ketika dibandingkan dengan Islamnya Rasul Muhammad dan Gusti Allah yang sangat luas, bahkan mahaluas. Kata Gusti Allah,”Wama utitum minal ilmi illa qalila..”, Tidaklah Aku berikan ilmu kepadamu, kecuali sedikit saja. Termasuk ilmu tentang keislaman. Dengan demikian, maka saya dan Anda, juga yang lainnya, masing-masing hanya memiliki pengetahuan Islam yang sedikit, dan karenanya Islam kita adalah Islam sempit, yang tidak seyogyanya diklaim sama dengan Islamnya Kangjeng Nabi dan Gusti Allah.
Yang ingin dikatakan dalam tulisan ini adalah bahwa Islam itu sangatlah luas. Karenanya, jangan dipersempit dengan kesempitan pandangan seseorang atau sejumlah orang saja. Islam itu luas, jangan direduksi menjadi bidang-bidang kajian tertentu saja. Islam itu luas, maka janganlah dipersempit menjadi organisasi keagamaan tertentu saja. Janganlah pemahaman seseorang atau sejumlah orang tentang Islam didakwa sama sebangun dengan Islam yang dikehendaki oleh Gusti Allah dan Rasul-Nya. Pemahaman orang atau sejumlah orang tentang Islam hanyalah salah satu kemungkinan benar tentang Islam yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.
Jelasnya, Islam yang luas adalah Islam yang meliputi bidang ibadah dan muamalah, bidang aqidah dan syariah, bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Islam yang luas adalah Islam yang meliputi ajarannya, kitab sucinya, penganutnya, organisasinya, sejarahnya, pemahaman umatnya, dan seterusnya. Islam yang luas adalah Islam yang meliputi NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Matla’ul Anwar, dan sebagainya. Islam yang luas adalah Islam yang pelangi dan warna warni, yang mengakomodasi semua nilai benar, segala kebajikan, keadilan, kemaslahatan, kebersamaan, keselamatan dan kedamaian.
Marilah kita membangun rumah Islam yang besar dan luas, agar bisa menampung semua orang yang berminat tinggal di dalamnya, dan kita tidak lagi harus berdesakan dan gulat di ruang sempit. Terhadap mereka yang sudah berada di dalam dan telah menghuni rumah Islam itu selama ini, biarkanlah menikmati suasana kedamaian dan kenyamanannya sendiri, tak perlu kita mengusir-ngusir mereka, hanya karena selera makan kita berbeda. Wallahu a’lam.
________
*Guru Besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon



 

3 komentar:

  1. Penjelasan yg sangat bagus, sangat menarik, terima kasih.

    BalasHapus
  2. Penjelasan yg sangat bagus, sangat menarik, terima kasih.

    BalasHapus
  3. Terimakasih Pak atas penjelasan yang sangat menarik

    BalasHapus

AYO BELAJAR

Islam memperkenankan kepada setiap muslim meraih ilmu kimia, biologi, astronomi, kedokteran, industri, pertanian, administrasi, dan kesektariatan, dan sejenisnya dari orang non muslim atau orang mulim yang tidak percaya ketakwaannya. Hal itu boleh dengan syarat tidak ditemukannya seorang muslim yang terpercaya keagamaan dan ketakwaannya yang dapat diambil ilmu darinya.